Nyamuk memiliki siklus hidup yang rumit.Saat mereka berkembang, mereka dapat mengubah bentuk dan habitatnya. Nyamuk betina umumnya bertelur diatas permukaan air di dalam kontainer, toples, atau pot bunga yang dapat menampung air. Larva nyamuk pecah dan keluar dari telur keika bendabenda tersebut diatas terisi oleh air, biasanya setelah hujan. Larva-larva tersebut aquatic, artinya mereka hidup di air dan mengambil makanan dari mikroorganisme. Larva-larva ini akan berkembang dengan cara mengganti kulitnya 3 kali. Setelah itu mereka akan bermetamorfosis menjadi bentuk baru yang disebut pupa., yang merupakan stase “kepompong” dari nyamuk. Pupa ini jugabersifat aquatic. Setelah 2 hari, pupa akan sebenuhnya berkembang menjadi nyamuk dewasa dengan mengganti kultnya. Nyamuk dewasa ini sudah bisa terbang dan tidak bersifat aquatic lagi.
Penelitian di Jepara dan Ujung pandang menunjukkan bahwa nyamuk Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksi virus dengue di masyarakat; tetapi infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada manusia karena masih tergantung pada faktor lain seperti vector capacity, virulensi virus dengue, status kekebalan host dan lain-lain. Vector capacity dipengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim mikro dan makro, frekuensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus gonotropik, umur nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta pemilihan Hospes.
Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya dipengaruhi oleh aktivitas manusia; orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih banyak digigit nyamuk Ae. Aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih aktif, dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia; sehingga diperkirakan nyamuk Ae.aegyptidi rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat.
Saat nyamuk menggigit manusi yang terinfeksi virus dengue maka nyamuk tersebut akan menjadi vektor untuk seumur hidunya. Setelah itu, nyamuk tersebut dapat menularkan virus melalui gigitannya saat menghisap darah manusia. Pada beberapa kasus, penularan DBD juga dapat disebabkan oleh tansplantasi organ atau tranfusi darah dari individu yang telah terinfeksi virus. Selain itu, ada bukti lain yang mneyatakan bahwa seorang ibu hamil yang telah terinfeksi virus denge dapat menularkannya kepada bayi.
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuhnyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari. 5Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.
Saat menghisap darah dari manuisa yang telah terinfeksi virus, nyamuk akan terlebih dulu mengeluarkan saliva ke manusia yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah dan mempermudah nyamuk dalam mneghisap darah manusia. Liur yang telah menandung virus ini akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui lukabekas gigitan nyamuk sehingga menyebabkan individu tersebut juga terinfeksi virus dnegue. Hal ini kan terus menerus terjadi.
Selama 2 hari setlah terinfeksi virus akibat gigitan nyamuk, akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah lima hari timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi.
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses tersebut akan menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadarantibodi yang telah ada jadi meningkat. Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder.
Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat. diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadapNS1, Pre M dan NS3 dari viruspenyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apabila terjadi antibodi non netralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus, keadaan penderita akan menjadi parah apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospest.
Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan antigen presenting cell(APC) yang membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari mayor histocompatibility complex (MHC).
Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae.albopictussebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae(Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transsexual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularantransovarial dari induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat.
Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha (TNFA)dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan(enhancement) infeksi virus dengue. TNFalpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentukakan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak dibawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebutterjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya,bila terjadi infeksi virus dengue pada anaktersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofagmudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alphajuga PAF.13 Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu:
a) Derajat I, dengan tanda terdapatdemam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif)
b) Derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain
c) Derajat III yangditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak gelisah
d) Derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Penelitian di Jepara dan Ujung pandang menunjukkan bahwa nyamuk Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksi virus dengue di masyarakat; tetapi infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada manusia karena masih tergantung pada faktor lain seperti vector capacity, virulensi virus dengue, status kekebalan host dan lain-lain. Vector capacity dipengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim mikro dan makro, frekuensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus gonotropik, umur nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta pemilihan Hospes.
Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya dipengaruhi oleh aktivitas manusia; orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih banyak digigit nyamuk Ae. Aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih aktif, dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia; sehingga diperkirakan nyamuk Ae.aegyptidi rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat.
Saat nyamuk menggigit manusi yang terinfeksi virus dengue maka nyamuk tersebut akan menjadi vektor untuk seumur hidunya. Setelah itu, nyamuk tersebut dapat menularkan virus melalui gigitannya saat menghisap darah manusia. Pada beberapa kasus, penularan DBD juga dapat disebabkan oleh tansplantasi organ atau tranfusi darah dari individu yang telah terinfeksi virus. Selain itu, ada bukti lain yang mneyatakan bahwa seorang ibu hamil yang telah terinfeksi virus denge dapat menularkannya kepada bayi.
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuhnyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari. 5Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.
Saat menghisap darah dari manuisa yang telah terinfeksi virus, nyamuk akan terlebih dulu mengeluarkan saliva ke manusia yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah dan mempermudah nyamuk dalam mneghisap darah manusia. Liur yang telah menandung virus ini akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui lukabekas gigitan nyamuk sehingga menyebabkan individu tersebut juga terinfeksi virus dnegue. Hal ini kan terus menerus terjadi.
Selama 2 hari setlah terinfeksi virus akibat gigitan nyamuk, akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah lima hari timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi.
Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses tersebut akan menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadarantibodi yang telah ada jadi meningkat. Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder.
Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat. diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadapNS1, Pre M dan NS3 dari viruspenyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apabila terjadi antibodi non netralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus, keadaan penderita akan menjadi parah apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospest.
Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan antigen presenting cell(APC) yang membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari mayor histocompatibility complex (MHC).
Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae.albopictussebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae(Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan transsexual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularantransovarial dari induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat.
Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha (TNFA)dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan(enhancement) infeksi virus dengue. TNFalpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentukakan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak dibawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebutterjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya,bila terjadi infeksi virus dengue pada anaktersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofagmudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alphajuga PAF.13 Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu:
a) Derajat I, dengan tanda terdapatdemam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif)
b) Derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain
c) Derajat III yangditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasen tampak gelisah
d) Derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
No comments:
Post a Comment