Wednesday, June 03, 2020

Alur Penegakan Diagnosis Pleuritis TB, Efusi Pleura



Anamnesis dan pemeriksaan fisik menjadi acuan untuk mengevaluasi awal efusi pleura. Tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya seperti dispnea, batuk, dan nyeri dada pleuritik. Gejala tambahan seperti demam, ortopnea, atau arthralgia bersamaan dapat memberikan petunjuk etiologi yang mendasarinya dan dapat membantu mempersempit diferensial diagnosis. Riwayat perjalanan, riwayat pekerjaan sebelum dan saat ini, penggunaan obat, riwayat operasi sebelumnya (seperti bedah bypass arteri coroner; CABG), keganasan, tempat tinggal, dan paparan asbes sebelumnya juga dapat menimbulkan efusi pleura.

Presentasi klinis khusus yang muncul biasanya meliputi berkurangnya bunyi nafas, redup pada perkusi thoraks, dan penurunan fremitus taktil pada area efusi pleura; Temuan ini umumnya hanya terjadi pada efusi yang lebih besar dari 300 mL. Petunjuk lain pada pemeriksaan fisik meliputi distensi vena leher, edema perifer, pembesaran ventrikel kanan atau trombosis vena dalam, stigmata penyakit hati stadium akhir, kelainan bentuk sendi, atau sinovitis. Setiap temuan ini dapat membantu mempersempit diagnosis banding dan perencanaan pengujian tambahan.

Radiografi dada biasanya merupakan studi pencitraan pertama yang dilakukan ketika mengevaluasi efusi pleura. Foto posteroanterior umumnya akan menunjukkan adanya efusi pleura ketika ada sekitar 200 ml cairan pleura, dan foto lateral akan terinterpretasi abnormal ketika terdapat sekitar 50 ml cairan pleura.10,11 Ultrasonografi thoraks juga memiliki peran yang semakin penting dalam evaluasi efusi pleura karena sensitivitasnya yang lebih tinggi dalam mendeteksi cairan pleura daripada pemeriksaan klinis atau radiografi toraks. Karakteristik yang juga dapat dilihat pada USG dapat membantu menentukan apakah terjadi efusi sederhana atau kompleks. Efusi sederhana dapat diidentifikasi sebagai cairan dalam rongga pleura dengan echotexture homogen seperti yang terlihat pada sebagian besar efusi transudatif, sedangkan efusi yang kompleks bersifat echogenic, sering terlihat septasi di dalam cairan, dan selalu eksudat. Bedside Ultrasound dianjurkan saat melakukan thoracentesis untuk meningkatkan akurasi dan keamanan prosedural.

Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak tau penyebabnya. Obeservasi dan optimal medical therapy (OMT) tanpa dilakukan thorasentesis merupakan hal yang wajar dalam penanganan efusi pleura karena gagal jantung atau setelah operasi CABG. Namun manifestasi lain (seperti demam, pleuritis; radang selaput dada) atau kegagalan untuk menanggapi terapi pada pasien harus segera dipertimbangkan dilakukan thorasentesis diagnostik.

Pemeriksaan laboratorium analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura harus diperhatikan saat dilakukan thoracentesis, karena dapat menegakkan diagnosis. Cairan bisa sifatnya serosa, serosanguineous (ternoda darah), hemoragik, atau bernanah. Cairan berdarah (hemoragik) sering terlihat pada keganasan, emboli paru dengan infark paru, trauma, efusi asbes jinak, atau sindrom cedera jantung. Cairan purulen dapat dilihat pada empiema dan efusi lipid. Sebagai tambahan. bau busuk dapat menyebabkan infeksi anaerob dan bau amonia menjadi urinothorax. Karakterisasi cairan pleura sebagai transudat atau eksudat membantu menyingkirkan diagnosis banding dan mengarahkan pemeriksaan selanjutnya. Kriteria yang paling umum digunakan untuk membuat diferensiasi ini adalah kriteria Light

Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam cairan pleura berbanding lurus dengan kelainan patologi pada cairan pleura. Asidosis cairan pleura (pH rendah berkorelasi dengan prognosis buruk dan memprediksi kegagalan pleurodesis. Pada dugaan infeksi pleura, pH kurang dari 7,20 harus diobati dengan drainase pleura. Amilase cairan pleura meningkat jika rasio cairan amilase terhadap serum pleura lebih besar dari 1,0 dan biasanya menunjukkan penyakit pankreas, ruptur esofagus, dan efusi yang ganas. Seharusnya tidak diukur secara rutin tetapi dapat berguna ketika esofagus atau pankreas menyebabkan efusi. Jika tingkat trigliserida cairan pleura lebih besar dari 110 mg dL (1,2-l mmol / L) merupakan karakteristik dari chylothorax, dan kadar kurang dari 50 mg/dl (0,56 mmol/L) tidak dapat disimpulkan diagnosisnya. Tingkat menengah (antara 50110 mg / dL [0,56-1,24 mmol/L]) harus diselidiki dengan pemeriksaan analisis lipoprotein untuk melihat angka kilomikron. Ini juga bukan studi cairan pleura rutin tetapi sesuai pada pasien dengan dugaan chylothorax.

Pleuritis TB terus menjadi masalah umum di seluruh dunia dan harus dianggap sebagai bagian dari diagnosis banding pada pasien dengan efusi eksudatif dominan limfosit yang tidak terdiagnosis. Kultur cairan pleura untuk basil tahan asam sangat spesifik tetapi memiliki sensitivitas rendah (masing-masing 5% dan 20%). Adenosine deaminase adalah enzim yang terdapat dalam limfosit yang meningkat pada sebagian besar efusi pleura akibat tuberkulosis (sensitivitas 95%). Di negaranegara dengan insiden TB yang rendah, tes untuk adenosine deaminase dapat bermanfaat sebagai tes untuk menyingkirkan TB. Biopsi pleura adalah tes yang paling mungkin untuk menghasilkan kultur mikobakteri positif (> 70%).

Pemeriksaan sitologi harus dilakukan pada efusi apa pun di mana keganasan diduga. Ketika kecurigaan untuk keganasan tinggi, <7,30) merupakan komplikasi dari efusi parapneumonik, keganasan, pleuritis tuberkulosis. rheumatoid dan lupus pleuritis dan pecahnya esofagus. Pada keganasan, pH pantas untuk mengulangi sitologi jika spesimen pertama negatif. Tingkat diagnostic lebih tinggi untuk adenokarsinoma daripada mesothelioma dan limfoma. Jika diduga limfoma, flow cytometry harus dilakukan untuk lebih mengkarakterisasi sel yang ada.

Thoracoscopy adalah langkah selanjutnya dalam evaluasi efusi pleura eksudatif yang dicurigai keganasan. Thoracoscopy memungkinkan untuk visualisasi langsung atau permukaan pleura dan memungkinkan untuk biopsi bagian pleura yang cenderung memiliki hasil diagnostik yang tinggi. Oleh karena itu memiliki sensitivitas diagnostik untuk penyakit ganas lebih dari 90%.

Insidensi infeksi rongga pleura meningkat di seluruh dunia dan dikaitkan dengan angka mortalitas sebesar 20%. Efusi parapneumonik adalah efusi pleura eksudatif yang terjadi berdekatan dengan pneumonia akibat bakteri dan hasil dari migrasi kelebihan cairan paru interstitial yang melintasi pleural viseral: walaupun terdapat sel inflamasi, infeksi parapneumonik bersifat steril. Jika bakteri dari pneumonia menginvasi rongga pleura, akan terjadi efusi atau empiema parapneumonic. Efusi parapneumonik yang rumit dapat melibatkan invasi bakteri yang persisten dan menghasilkan sel-sel inflamasi serta penurunan kadar glukosa dan pH. Empyema merupakan infeksi yang jelas berasal dari rongga pleura dengan adanya atau nanah. Sampel efusi pleura dengan kedalaman lebih dari 10 mm pada foto thorax dan berhubungan dengan penyakit pneumonia harus diambil sampelnya. Secara umum, keadaan ini membutuhkan drainase tabung torakostomi ketika pH kurang dari 7,2 atau kadar glukosa cairan pleura kurang dari 60 mg/dL (3,3 mmol/L)

Berbagai organisme dapat menyebabkan infeksi pada rongga pleura, yang paling khas adalah Streptococcus pneumonia, Streptococcus milleri, Staphylococcus aureus, dan Enterobacteriaceae Anaerob juga telah dikultur pada 36% hingga 70% dari Empiema.



Radiologis :

·         75 ml sinus kostofrenikus tumpul
·         300 ml gambaran efusi pleura Garis Ellis Domessau (pemeriksaan lateral dekubitus)



Diagnostik Fisis

·         Fremitus melemah
·         Suara napas melemah / menghilang
·         Redup

1.2      Pemeriksaan Fisik
    Tanda Vital
     Tekanan darah       
     Nadi                       
     Suhu                      
     Pernapasan             
    Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
    Mata : Bentuk simetris, pupil ODS bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-).
    Hidung : Bentuk normal, sekret (-/-), deviasi septum (-).
    Telinga : Normoti, discharge (-/-).
    Mulut : Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring hiperemis (-) , tonsil T1/T1, karies gigi (-)
    Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar.
    Thorax
a. Paru
·         Dada Bagian Depan
Inspeksi      : torako-abdominal, asimetris saat statis dan dinamis, sisi kanan tertinggal dan tidak kuat angkat, retraksi suprasternal. Tidak ditemukan bekas luka ataupun benjolan.
Palpasi        : ekspansi paru berkurang pada sisi kanan. stem fremitus melemah pada sisi kanan
Perkusi        : redup di seluruh lapang paru kanan, seluruh lapang paru kiri sonor
Auskultasi   : suara napas tidak terdengar pada paru kanan. Paru kiri vesikuler. Rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
·         Dada Bagian Belakang
Inspeksi      : Pergerakan asimetris. Tidak ditemukan bekas luka
ataupun benjolan.
Palpasi        : ekspansi paru berkurang pada sisi kanan. stem fremitus melemah pada sisi kanan
Perkusi        : redup di seluruh lapang paru kanan, seluruh lapang paru kiri sonor
Auskultasi   : suara napas tidak terdengar pada paru kanan. Paru
kiri vesikuler. Rhonki (-/-) Wheezing (-/-)


b. Jantung
Inspeksi      : pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi        : iktus kordis tidak teraba pulsasi parasternal tidak ada,
pulsasi epigastrium tidak ada, sternal lift tidak ada, thrill sistolik/diastolik tidak ada
Perkusi        :
-          Batas atas jantung berada di ICS 3 linea parasternalis sinistra.
-          Batas kanan jantung tidak dapat dinilai
-          Batas kiri jantung berada di ICS 5 linea midclavicula sinistra 2 cm ke arah lateral
Auskultasi       : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
    Abdomen
Inspeksi           : datar
Auskultasi       : bising usus (+)  N
Palpasi             : supel, nyeri tekan pada seluruh kuadran (-), hepar dan  lien tidak teraba membesar
Perkusi             : timpani pada seluruh kuadran abdomen
Tulang Belakang : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), penonjolan tulang torako-lumbal (± T10 – L4) sudut tumpul, nyeri ketok (-), tes schober (+)
     Ekstremitas     : Akral Dingin (-), CRT < 2 detik, edema pada tangan kanan (+). Pada pedis sinistra, ROM terbatas, nyeri gerak (+), nyeri tekan (+), tanda-tanda inflamasi (-), deformitas (-).
     Kulit : sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik.
     Pemeriksaan neurologis :
   Refleks fisiologis : bicep (+), tricep (+), patella (+)
   Refleks patologis : babinski (-), chaddock (-), schuffer (-), gordon (-)
   Nervus i-xii dbN
   Normotoni, normotrofi
Referensi :
·         Almeida, Antunes N, Leal, Figueiredo L. Imaging of Pleural Effusion: Comparing Ultrasound, X-Ray and CT findings. Eur Soc Radiol. 2017;1(1):1–18.
·         Beaudoin S, Gonzalez A V. Evaluation of the patient with pleural effusion. Cmaj. 2018;190(10): E291-5.
·         Oudart JB, Pax C, Bennani-Smires B, Ramont L. Milky pleural fluid. Clin Chem. 2016;62(2):315–7. 17.
·         Psallidas I, Kalomenidis I, Porcel JM, Robinson BW, Stathopoulos GT. Malignant pleural effusion: From bench to bedside. Eur Respir Rev. 2016;25(140):189–98.
·         Rosenstengel A. Pleural infectioncurrent diagnosis and management. J Thorac Dis. 2012;4(2):186–93.