BLOK
DDT
LAPORAN PBL
24 Mei 2017
SKENARIO 3
Disusun oleh:
Tutor :
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................. i
KELOMPOK PENYUSUN............................................................................. ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 5
SKENARIO........................................................................................ 5
STEP 1................................................................................................. 6
STEP 2................................................................................................. 7
STEP 3................................................................................................. 8
STEP 4................................................................................................. 11
STEP 5................................................................................................. 12
STEP 6 ................................................................................................ 13
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 14
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 38
Bab
I. Pendahuluan
Skenario
Seorang
anak laki-laki berusia 3 tahun dibawa ke puskesmas oleh ibunya dengan keluhan
pembengkakan pada tubuh sejak 3 minggu yang lalu. Sebelumnyania sering
mengalami pilek dan batuk. Keluhan ini disertai dengan adanya bercak-bercak
pada seluruh kulit tubuhnya. Ia juga menjadi cengeng dan kurang nafsu makan.
Karena kesulitan ekonomi orang tuanya, keluarga mereka hanya makan bila ayahnya
membawa uang atau sisa hasil panen dari lading tuannya. Sehari-hari ayahnya
hanya bekerja sebagai buruh bangunan. Pada pemeriksaan fisikditemukan berat
badan 9kg, tinggi badan 75 cm, indeks Z score kurang dari -3. Pitting edema
diekstremitas bawah, rambut tipis dan merah seperti jagung dan mudah rontok
serta adanya crazy pavement dermatosis. Ditemukan hepatomegali pada pemeriksaan
abdomen, serta wasting hebat.
Step 1 identifikasi
kata sukar dan kalimat kunci
Kata
sukar:
1. Pitting
edema: edema yang kembalinya lama saat ditekan
2. Crazy
pavement dermatosis: kelainan kulit berupa hipopigmentasi berwarna outih
3. Wasting:
suatu keadaan malnutrisi yang tampak pada bagian cekungan tubuh. Misalnya pada
bagian kepalan tangan, cekungan clavicula serta celah iga.
4. Indeks
Z score kurang dari -3: gizi buruk’
Kata/
kalimat kunci:
1. Anak
laki-laki 3 tahun
2. Pembengkakan
pada seluruh tubuh
3. Sejak
3 minggu lalu
4. Sering
mengalami pilek dan batuk
5. Ada
bercak pada seluruh tubuh
6. Cengeng
dan kurang nafsu makan
7. Hanya
makan bila ayahnya membawa uang atau hasil panen majikan
8. BB
9kg, TB 75 cm
9. Indeks
Z score kurang dari -3
10. Pitting
edema ekstremitas bawah
11. Rambut
tipis dan warna merah muda seperti rambut jagung
12. Hepatomegali
13. Wasting
hebat
Step 2.
Mengidentifikasi Masalah
1. Patomekanisme
edema
2. Hubungan
malnutrisi dengan pitting edema
3. Menjelaskan
indeks Z score
4. Hubungan
malnutrisi dengan hepatomegali
5. Apa
yang menyebabkan dia bengkak
6. Tatalaksana
malnutrisi
7. Penyebab
tanda-tanda pada skenario ( rambut merah, edema)
8. Pemberian
obat rasional
Step 3 Menjawab
pertanyaan
1. Intake
protein yang kurang menyebabkan asupan protein berkurang, hal ini menyebabkan
protein plasma pun ikut mengalami penurunan, salah satunya yaitu albumin yang
merupakan protein plasma terbanyak dalam tubuh.
Kekurangan
albumin menyebabkan terjadinya penurunan volume plasma menyebabkan penurunan
kadar CO. adanya penurunan kadar plasma menyebabkan tekanan arteri serta RBF
dan GFR menurun sehingga adanya kompensasi untuk melakukan ekstravasasi cairan
dan peningkatan sistem angiotensin, akan tetapi beban filtrasi air dan garam
menurun karena kurangnya intake makanan sebekumnya. Tubuh menyekresi
aldosterone sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi air dan garam sehingga
terjadi penumpukan cairan pada bagian perifer terutama bagian kaki akibat dari
gravitasi maka pada bagian bawah tubuh lebih sulit untuk cairan berdifusi
ketempat yang lebih tinggi (kepala)
2. Malnutrisi
yang disebabkan karen kurangnya asupan makanan seperti karbohidrat, protein,
lemak serta mineral yang dibutuhkan dalam tubuh akan menimbulkan berbagai macam
komplikasi salah satunya adalah edema kerena retensi cairan perifer. penumpukan
cairan pada bagian perifer terutama bagian kaki akibat dari gravitasi maka pada
bagian bawah tubuh lebih sulit untuk cairan berdifusi ketempat yang lebih
tinggi (kepala).
Penentuan
derajat edeme penting untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan.
3. Indeks
z score
No
|
Kategori status gizi
|
Ambang batas Z score
|
1
|
Gizi buruk
|
<-3SD
|
2
|
Gizi kurang
|
-3SD -<-2SD
|
3
|
Gizi baik
|
-2SD – 2SD
|
4
|
Gizi lebih
|
>2SD
|
4. Kekurangan
intake protein menyebabkan terjadinya penumpukan lemak pada hati, selain itu
akibat dari adanya hipoalbuminemia menyebabkan kerja hati untuk pembentukan
albumin yang dipakai sehingga kerja hati ditingkatkan sehingga terjadi
peningkatan sel hati yang menyebabkan terjadinya hepatomegali atau pembesaran
hati akibat sel hati yang telah
bertambah untuk memnuhi asupan albumin yang kurang.
5. Penyebabnya
adalah
-Malnutrisi
-Penumpukan
cairan
-Beban
filtrasi garam meningkat
-Ekstravasasi
cairan
6. Tatalaksana
malnutrisi adalah sebagai berikut
·
Memperbaiki intake nutrisi bayi
·
Peran orang tua untuk control makan
sesuai dengan aturan
·
Pengaturan intake bayi diperbaiki
7. Penyebab
dari tanda-tanda pada skenario adalah dikarenakan malnutrisi yang terjadi
memberikan efek pada seluruh tubuh akibat dari kurangnya protein sehingga
terjadi hipopigmentasi akibatnya keratin pada rambut tidak diekspresikan dengan
baik dan menyebabkan warna rambut merah jagung. Karena albumin yang berkurang
sehingga rambut pun kehilangan pigmennya.
Adanya
bercak merah terjadi karena danya tekanan pada tubuh, hal ini terjadi karena
kurangnya kolagen.
8. Pemberian
obat rasional dan edukasi pasien sebagai berikut:
·
Pemberian makanan lunak bertahap ke
makanan yang keras dengan asupan sedikit bertahap bertambah
·
50 kkal/ hari/ kgBB
·
8-10 kali perhari, perbanyak waktu makan
dengan asupan yang sedikit.
·
Susu sebagai sumber protein utama
·
Perhatikan jumlah intake cairan per
kalori
·
Pemberian vitamin A, B, C, Mg, KCl
·
Peran orangtua sangat pernting dalam hal
ini
|
|
|
|
Step
4 Mind Mappin
|
|
|
g
|
|
Step
5
1.
Mengetahui cara tatalaksana gizi buruk
2.
Menjelaskan terapi rasional obat
3.
Menjelaskan Farmakodinamik dan
Farmakokinetik dalam ketidakseimbangan nutrisi
4.
Menjelaskan Penilaian Nutrisi
(Nutritional Assessment)
5.
Menjelaskan Edukais pasien
Step
6
Belajar Mandiri
Bab
II. Pembahasan
Step 7. Menjelaskan Learning
Objective
1.
Penatalaksanaan
Gizi buruk
a. Mencegah dan mengatasi
hipoglikemi.Hipoglikemi jika kadar gula darah < 54 mg/dl atau ditandai suhu
tubuh sangat rendah,kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin,
pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1
sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2
jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi
setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang
pemberian cairan gula tersebut.1
b. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi
jika suhu tubuh anak < 35oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit.
Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada lubang angindan bersih,
sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos
kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti popok
basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu >
36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.2
c. Mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution
for Malnutrition)
70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara
oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya,
jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan muntah.
Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih
dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis, frekuensi berak
dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi menjadi cepat, tekanan
vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya bertambah.3
d. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan
ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6 mmol/kgBB/hari dan
rehidrasi cairan rendah garam (Resomal).4
e. Mencegah dan mengatasi infeksi.
Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi
amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia
atau hipotermi)5
f. Mulai pemberian makan. Segera setelah
dirawat, untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi.6
Penentuan gizi di sebutkan dalam table
sebagai berikut:
Tabel
1. Penentuan status gizi
Sumber:
gizi.depkes.go.id > uploads > 2012/057
Penatalaksanaan gizi
buruk menurut Depkes tahun 2012 ada beberapa rencana:
a.
Rencana I:
Pemberiancairandanmakananuntukstabilisasi (renjatan/syok,
Letargisdanmuntah/diare/dehidrasi.
Tabel
2. Rencana I
Sumber: gizi.depkes.go.id
> uploads > 2012/057
b.
Rencana
II : pemberian cairan dan makanan untuk stabilisasi (Letargis dan
muntah/diare/dehidrasi)
Tabel 3. Rencana II
Sumber: gizi.depkes.go.id
> uploads > 2012/057
c.
Rencana III :
pemberiancairandanmakananuntukstabilisasi (muntahdanataudiareataudehidrasi)
Tabel 4. Rencana III
Sumber: gizi.depkes.go.id > uploads > 2012/057
d.
Rencana
IV : pemberiancairandanmakananuntukstabilisasi (Letargis)
Tabel 5. Rencana IV
Sumber: gizi.depkes.go.id
> uploads > 2012/057
e.
Rencana V :
pemberiancairandanmakananuntukstabilisasi (penderita gizi buruk tidak
menunjukan tanda bahaya atau tanda penting tertentu)
Tabel 6. Rencana V
Sumber: gizi.depkes.go.id
> uploads > 2012/057
2.
Terapi Obat Rasional
Gizi buruk merupakan salah satu masalah
yang serius, dan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencukupi gizi
balita. Gizi buruk merupakan dampak dari berbagai macam penyebab seperti
rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, ketersediaan pangan, social budaya,
dan lain-lain. Perawatan balita gizi buruk dapat dilaksanakan di Puskesmas
Perawatan atau Rumah Sakit dengan Tim
Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter,
nutrisionis/dietisien dan perawat, perawatan untuk balita gizi buruk dilakukan
dengan 10 langkah tata laksana anak gizi
buruk pertama meliputi fase stabilisas untuk
mencegah / mengatasi hipoglikemia, hipotermi dan dehidrasi, kedua fase transisi, ketiga
fase rehabilitasi untuk tumbuh pertumbuhan.8
Nutrisi
mempunyai peran penting seperti memberikan makanan-makanan tinggi kalori,
protein dan cukup vitamin-mineral untuk mencapai status gizi optimal.
Penanganan untuk nutrisi gizi buruk:8
1. diawali dengan pemberian makanan secara
teratur, bertahap, porsi kecil, sering
dan mudah diserap.
2. Frekuensi
pemberian dapat dimulai setiap 2 jam kemudian ditingkatkan 3 jam atau 4 jam 8
3. Penting
diperhatikan aneka ragam makanan, pemberian ASI, makanan, mengandung minyak,
santan, lemak dan buah-buahan.
4. Selain
itu faktor lingkungan juga penting dengan mengupayakan pekarangan rumah menjadi
taman gizi.
5. Perilaku
harus diubah menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS) dengan
memperhatikan makanan gizi seimbang, minum tablet besi selama hamil, pemberian
ASI eksklusif, mengkonsumsi garam beryodium dan memberi bayi dan balita kapsul
vitamin A5
PENGATURAN
DIET8
a.
Fase Stabilisasi8
Peningkatan
jumlah formula diberikan secara bertahap pada fase ini dengan tujuan untuk
memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil.
b. Fase Transisi8
Anak mulai stabil pada fase ini dan memperbaiki jaringan tubuh
yang rusak.
c. Fase Rehabilitasi8
Terapi nutrisi pada fase ini yaitu untuk mengejar pertumbuhan
anak. Dengan diberikan setelah anak sudah bisa makan.
PENETALAKSANAAN GIZI BURUK:8
a. Mencegah dan juga mengatasi hipoglikemi.
Dikatakan hipoglikemi jika kadar gula darah mencapai < 54 mg/dl yang juga
diikuti dengan suhu tubuh yang rendah, lemah, kesadaran menurun, kejang, pucat,
keluar keringat. Segera berikan cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1
sendok teh dicampurkan ke air, diberikan
makan tiap 2 jam sebanyak 3,5 sendok makan, antibotik, jika penderita tidak
sadar, lewat sonde. Lakukan evaluasi setelah 30 menit, dan jika masih dijumpai
tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian cairan gula tersebut.
b. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Anak
yang mengalami Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35 derajar celcius, rectal 1
menit atau axilla 3 menit. Ruangan penderita harus tidak terdapat lubang-lubang
angin, dan bersih. Anak juga dapat dihangatkan dalam dekapan ibunya.
c. Mencegah dan juga mengatasi dehidrasi.
Anak diberi cairan Resomal (Rehydration
Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5
ml/kgBB setiap 30 menit yang dilakukan secara oral dalam 2 jam pertama. Dan
selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya,
d. Koreksi gangguan elektrolit. Anak
diberikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,- 0,6 mmol/kgBB/hari
dan juga rehidrasi cairan rendah garam (Resomal)
e. Mencegah dan mengatasi infeksi. Dapat
dilakukan dengan pemberian antibiotik.
f. Mulai melakukan pemberian makan.
g. Koreksi kekurangan zat gizi mikro.
Dengan cara diberikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin.
h. Memberikan stimulasi untuk tumbuh
kembang anak. Kebanyakan dapat menggunakan mainan sebagai stimulasi.
i.
Mempersiapkan
untuk tindak lanjut dirumah. Pertama-tama yaitu dengan beritahu kepada orang
tua anak frekuensi dan jumlah makanan, selain itu juga dengan diberikan terapi
bermain anak.
3.
Farmakokinetik dan Farmakodinamik pada
Ketidakseimbangan Nutrisi
Distribusi obat dibatasi oleh
ikatan obat pada protein plasma,
hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan
mencapai keseimbangan. Ikatan
protein pada obat akan
mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja, dan eliminasi obat. Bahan obat yang terikat
pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnya tidak mengalami
biotransformasi dan eliminasi.
Sebenarnya hanya zat
aktif yang tidak terikat
dengan protein plasma
yang dapat berdifusi dan
memberikan efek farmakologis, sedangkan
kompleks zat aktif
dengan protein tidak
dapat melintasi membran, namun
kompleks ini hanya
bersifat sementara.9,10
Apabila molekul zat
aktif yang bebas
telah dimetabolisme atau
ditiadakan maka, kompleks ini
akan melepaskan bentuk zat bebasnya.Derajat ikatan
obat dengan protein plasma
ditentukan oleh afinitas
obat terhadap protein, kadar
obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan
obat oleh protein akan
berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein. Walaupun ikatan
antara zat aktif dan protein
plasma tidak terlalu kuat, namun tidak disangsikan
lagi bahwa fenomena
tersebut berperan pada distribusi zat aktif
dalam jaringan, karena
konsentrasi zat aktif
dalam cairan interstitial ekstraselular dapat lebih
rendah dari konsentrasi
dalam plasma. 9,10
Albumin
adalah protein plasma
yang paling banyak
(40 g/L). Albumin tersebut memungkinkan
terjadinya ikatan pada sebagian besar senyawa
obat, terutama dalam bentuk
anion (asam asetil
salisilat, sulfonamide, dan
anti vitamin K ). Bentuk
kation juga mempunyai afinitas
yang tidak dapat diabaikan. 9,10
Peran globulin tidak terlalu
nyata dan hanya berpengaruh pada senyawa tertentu seperti steroida
dan tiroksin. Protein lain
yang dapat berinteraksi dengan
obat yaitu α1- Asam glikoprotein (orosomukoid),yaitu suatu
globulin (BM > 44.000 Da). 9,10
Protein
ini memiliki konsentrasi
plasa yang rendah
(0.4 - 1 %), dan mengikat obat- obat basa kationik seperti
propanolol, imipramin, dan
lidokain. Globulin (α- , β- , δ - globulin)
bertanggungjawab untuk transport
dalam plasma dari bahan - bahan
endogen seperti kortikosteroid, globulin
ini mempunyai kapasitas yang
rendah tapi afinitas
tinggi terhadap bahan
endogen tersebut. Eritrosit juga
dapat berikatan dengan
obat (Terdiri dari
kurang lebih 45% volume
darah). Protein ini dapat berikatan baik dengan
senyawa endogen dan eksogen,
seperti Fenitroin,
Fenobarbital, dan Amobarbital.
9,10
4.
Penilaian Status Gizi Anak
Ada
beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri
disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel
tersebut adalah sebagai berikut : 11,12,13,14
a. Umur.
Umur sangat memegang peranan
dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi
status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang
akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang
tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah
adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya
adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan
umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam
hari tidak diperhitungkan.11
b. Berat Badan
Berat
badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan,
termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak
baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat
Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan,
yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung
pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan
situasi gizi dari waktu ke waktu.12
C. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan
gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat
dari keadaan kurus kering dan kecil
pendek. Tinggi badan sangat baik untuk
melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan
berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan
dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau
juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut
Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan
indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik,
kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun.11
Berat badan dan tinggi badan
adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia,
khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan
BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi
pertumbuhan dan komposisi tubuh. Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan
sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan
gizi kurang bila dibandingkan dengan
penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 %
menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.11,12,13
No
|
Indeks yang dipakai
|
Batas Pengelompokan
|
Sebutan Status Gizi
|
1
|
BB/U
|
< -3 SD
|
Gizi buruk
|
- 3 s/d <-2 SD
|
Gizi kurang
|
||
- 2 s/d +2 SD
|
Gizi baik
|
||
> +2 SD
|
Gizi lebih
|
||
2
|
TB/U
|
< -3 SD
|
Sangat Pendek
|
- 3 s/d <-2 SD
|
Pendek
|
||
- 2 s/d +2 SD
|
Normal
|
||
> +2 SD
|
Tinggi
|
||
3
|
BB/TB
|
< -3 SD
|
Sangat Kurus
|
- 3 s/d
<-2 SD
|
Kurus
|
||
- 2 s/d +2 SD
|
Normal
|
||
> +2 SD
|
Gemuk
|
Tabel 7 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U,
BB/TB Standart Baku Antropometeri
WHO-NCHS
Sumber : Depkes
RI. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta. 200411
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua
versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation
score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang
populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan “presentil”,
sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under
nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen
terhadap median baku rujukan.2
No
|
Indeks yang digunakan
|
Interpretasi
|
||
BB/U
|
TB/U
|
BB/TB
|
||
1
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal
|
Normal, dulu kurang gizi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sekarang kurang ++
|
|
Rendah
|
Normal
|
Rendah
|
Sekarang kurang +
|
|
2
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sekarang kurang
|
|
Normal
|
Rendah
|
Tinggi
|
Sekarang lebih, dulu kurang
|
|
3
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Normal
|
Tinggi, normal
|
Tinggi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Obese
|
|
Tinggi
|
Normal
|
Tinggi
|
Sekarang lebih, belum obese
|
|
Keterangan : untuk ketiga indeks (
BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah
: < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal
: -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi
: > + 2 SD Standar Baku
Antropometri WHO-NCHS
|
Tabel 8. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga
Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
Sumber : Depkes RI. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta. 200411
Pengukuran
Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS)
dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku
Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :
|
Status
gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti
diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti
yang terlihat pada tabel 8.
Age
|
Standard Deviations
|
|||||||
Yr
|
Mth
|
-3sd
|
-2sd
|
-1sd
|
Median
|
+1sd
|
+2sd
|
+3sd
|
15
|
0
|
31.6
|
39.9
|
48.3
|
56.7
|
69.2
|
81.6
|
94.1
|
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
|
Table 9. beratanak 15 tahun WHO-NCHS
Sumber: Depkes RI. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. 200411
Stature
|
Standard Deviations
|
|||||||
Cm
|
-3sd
|
-2sd
|
-1sd
|
Median
|
+1sd
|
+2sd
|
+3sd
|
|
145
|
0
|
24.8
|
28.8
|
32.8
|
36.9
|
43.0
|
49.2
|
55.4
|
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
|
||||||||
Table 10. berat laki laki 145 cm
in Height from WHO-NCHS
Sumber : Depkes
RI. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta. 200411
Statur e
|
Standard Deviations
|
|||||||
Yr mth
|
-3sd
|
-2sd
|
-1sd
|
Median
|
+1sd
|
+2sd
|
+3sd
|
|
15
|
0
|
144.8
|
152.9
|
160.9
|
169.0
|
177.1
|
185.1
|
193.2
|
Sumber: WHO, Measuring Change an Nutritional Status, Genewa 1985
|
||||||||
Tabel 11. (cm) usia 15 year from
WHO-NCHS
Sumber: Depkes RI. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. 200411
Jadi untuk indeks BB/U adalah
= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD
= status gizi baik
Untuk IndeksTB/U adalah
= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD
= status gizi pendek
Untuk Indeks BB/TB adalah
= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 = +
5.8 SD
= status gizi gemuk
Definisi Operasional Status Gizi
Sebenarnya untuk mendefinisikan operasional
status gizi ini dapat dilakukan di klinik kesehatan swasta maupun pemerintah
yang menyediakan pengukuran status gizi,
namun demikian yang perlu diketahui masyarakat adalah pengertian dan pemahaman dari status gizi
anak, selanjutnya ketika mengunjungi klinik gizi hasilnya dapat segera
diketahui termasuk upaya-upaya mempertahankan status gizi yang baik.
Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang
ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang
diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara
antroppometri4 dan dikategorikan berdasarkan standar baku
WHO-NCHS dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB
Indikasi pengukuran dari variabel ini ditentukan oleh :
a. Penimbangan Berat Badan (BB) dan pengukuran
Tinggi Badan (TB) Dilakukan oleh petugas klinik gizi sesuai dengan syarat-syarat penimbangan berat badan
dan pengukuran tinggi badan yang baik dan benar penggunaan timbangan berat
badan dan meteran tinggi badan (mikrotoise)
b.
Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB dan Pengukuran
TB, kemudian dikurangi dengan tanggal
kelahiran yang diambil dari data identitas anak pada sekolah masing-masing,
dengan ketentuan 1 bulan adalah 30 hari dan 1 tahun adalah 12 bulan.
1)
Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z score simpang
baku (SSB) induvidu dan kelompok sebagai presen terhadap median baku rujukan2. Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus :
Dimana :
NIS :
Nilai Induvidual Subjek
NMBR : Nilai Median Baku Rujukan
NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan
Hasil pengukuran dikategorikan sbb
1.
Untuk BB/U
a.
Gizi Kurang Bila SSB < - 2 SD
b.
Gizi Baik Bila
SSB -2 s/d +2 SD
c.
Gizi Lebih Bila SSB > +2 SD
2.
TB/U
a.
Pendek Bila
SSB < -2 SD
b.
Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD
c.
Tinggi Bila SBB > +2 SD
3.
BB/TB
a.
Kurus Bila SSB
< -2 SD
b.
Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD
c.
Gemuk Bila SSB > +2 SD
Dan juga status gizi diinterpretasikan
berdasarkan tiga indeks antropomteri,1 Dan
dikategorikan seperti yang ditunjuukan pada tabel 3
Interpretasi
|
Indeks yang digunakan
|
||
BB/U
|
TB/U
|
BB/TB
|
|
Normal, dulu kurang gizi
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal
|
Sekarang kurang ++
|
Rendah
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sekarang kurang +
|
Rendah
|
Normal
|
Rendah
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Sekarang kurang
|
Normal
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sekarang lebih, dulu kurang
|
Normal
|
Rendah
|
Tinggi
|
Tinggi, normal
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Normal
|
Obese
|
Tinggi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Sekarang lebih, belum obese
|
Tinggi
|
Normal
|
Tinggi
|
Keterangan : untuk ketiga indeks (
BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah
: < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal
: -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi
: > + 2 SD Standar Baku
Antropometri WHO-NCHS
|
Tabel 12 Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan
Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
Sumber: Depkes RI. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta. 200411
5. Edukasi dan
pencegahan pada malnutrisi
Beberapa cara untuk
edukasi dan mencegah terjadinya gizi buruk pada anak yaitu:15
1.
Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI)
sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan
tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih
setelah berumur 2 tahun.
2.
Anak diberikan makanan yang bervariasi,
seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan
komposisinya : untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan,
sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3.
Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak
dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai
dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke
dokter.
4.
Jika anak dirawat di rumah sakit karena
gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus
diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5.
Jika anak telah menderita karena
kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk
karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah
sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak.
Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering
kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa
dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya
akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul
masalah intelegensia di kemudian hari.
Kesimpulan
Seorang anak laki-laki 6 tahun
menderita malnutrisi tipe kwashiorkor. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah
pemberian cairan dan makanan untuk stabilisasi, selain itu diberikan antibiotik
sebagai profilaksis. Pantau apakah ada perbaikan jika membaik, berikan edukasi
pada ibu tentang cara memberikan stimulasi sensorik, dukungan emosional,
pemberian makanan sebagi tindak lanjut dirumah bagi anak gizi buruk.dan
mengontrol perkembangan gizi anak.
DAFTAR PUSTAKA
- Muller,
Michael Krawinkel. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ
• AUG. 2, 2005; 173 (3) 279. CMA Media Inc. or its licensors.
- Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina KesehatanMasyarakat Direktorat Bina
Gizi Masyarakat. Pedoman Respon Cepat Penanggulanngan Gizi Buruk ,
2008
- Yayasan
Pemantau Hak Anak (YPHA). Lingkaran Setan Gizi Buruk: Ketika Negar
Kembali Gagal Menjamin Hak Hidup Anakanak, 2009, Available
www.ypha.go.id
- Anonim-1.
Early Detection and Referral of Children with Malnutrition. British
Medical Bulletin. 2008.
- Anonim-2.
Deteksi Dini Anak Gizi Buruk Dan Tindak Lanjutnya. 2009, Available
www.ypha.or.id/files/Lingkaran_setan.pdf
- Anonim-3. Gizi Buruk . Available from: www.malukuprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66:giziburuk& catid=47:kesehatan&Itemid=, Kamis 07-