Diagnosis Bronkopneumonia
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak
berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya
sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi
sehingga memerlukan perawatan di RS.Gambaran klinis penumonia pada bayi dan
anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum dapat dilihat
berdasarkan 2 gejala yaitu, gejala infeksi umum dan gejala gangguan
respiratori.Gangguan infeksi umum berupa demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti muntah atau diare,
terkadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.Gejala gangguan respiratori,
yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, air
hunger, merintih, dan sianosis.Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda
klinis seperti pekak perkusi, suara nafas melemah, dan ronkhi.Dari anamnesis
yang berhubungan dengan keluhan utama ditanyakan gejala sesak nafas akibat
penyakit respirasi dan sesak akibat kelainan jantung.Pada kasus didapatkan
gejala sesak nafas tidak berhubungan dengan aktivitas dan cuaca.Keluhan sesak
nafas tidak disertai adanya suara nafas berbunyi (mengi) atau mengorok, ini
menggambarkan bahwa sesak nafas akibat respirasi dan penyakit asma dapat
disingkirkan. Selanjutnya didapatkan gejala batuk, pilek, serta dahak yang
berwarna putih yang tidak bercampur darah, ada riwayat demam yang terus menerus
naik turun, tidak ada penurunan berat badan, riwayat kontak dengan orang dewasa
yang menderita batuk lama ataupun yang sedang menjalani pengobatan tuberculosa,
hal ini dapat menyingkirkan diagnosa kearah tuberculosa. Selanjya dari
pemeriksaan fisik yang menunjang adalah terdapatnya pernafasan cuping hidung,
retraksi intercostal dan suprasternal, pada auskultasi ditemukan ronkhi basah
halus nyaring, maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini merupakan pasien dengan bronkopneumonia.
Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu, darah perifer lengkap, C-reaktif Protein (CRP),
uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis danpemeriksaan rontgen
thoraks.Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang disebabkan oleh
virus biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis (15.000–40.000/mm3).Dengan
dominan PMN. Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada
infeksi Chlamydia kadang–kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura
didapatkan sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein >
2,5 g/dl, dan glukosa relatigf lebih rendah daripada glukosa darah.
Kadang–kadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat.. CRP adalah suatu
protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau
inflamasi jaringan, produksi
CRP
secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun
fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel rusak, secara klinis CRP digunakan sebagai alat
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus
dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda. Uji serologik untuk
mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak
terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri
atipik sepert Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan
antibodi IgM dan IgG.Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat diambil
dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura
atau aspirasi paru. Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap dengan hasil meningkat dua kali lipat yaitu 28100/mm3, hemoglobin 10,8
mg/dl, hasil ini cukup mendukung bahwa sedang terjadi proses infeksi pada
pasien.
Bronkopneumonia
ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut antara
lain:
a. Adanya
retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
b. Adanya
pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
c. Biasanya
didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
d. Demam,
dispneu, kadang disertai muntah dan diare
e. Batuk
biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari
yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
f. Pada
auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
g. Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN
h. Pada
pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan
infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia.
Manifestasi Klinis
Sebagian
besar manifestasi klinis bronkopneumonia yang terjadi pada anak dan balita
dapat berbeda-beda hal ini disebabkan adanya beberapa faktor seperti usia,
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala
klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan
prosedur diagnostik invasif, etiologi non-infeksi serta faktor patogenesis.
Gambaran klinis bronkopneumonia pada anak berbeda-beda bergantung dari berat
ringannya penyakit yang dialami, akan tetapi secara umum gambaran klinis
bronkopneumonia adalah sebagai berikut.
a.
Gejala infeksi umum
Gejala
ini dapat berupa demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang dapat
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
b. Gejala gangguan respiratori
Gejala
ini dapat berupa batuk, sesak napas retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih dan sianosis. Selain itu, pada bronkopneumonia juga dapat
ditemukan gejala-gejala klinis sebagai berikut:
a.
Terdapat
retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
b.
Terdapat pernapasan yang cepat dan pernapasan
cuping hidung
c.
Demam, dispneu, terkadang dapat ditemukan muntah
dan diare
d.
Dapat didahului oleh infeksi pernapasan atas
selama beberapa hari
e.
Biasanya batuk tidak ditemukan pada permulaan
penyakit namun dapat ditemukan batuk pada beberapa hari yang awalnya kering
lalu menjadi produktif
f.
Pada
auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
g.
Pada
pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukositosis dengan predominan PMN
h. Pada
pemeriksaan rontgen thoraks dapat ditemukan gambaran bronkopneumonia
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu sebagai berikut
a. Darah perifer lengkap
Pada
bronkopneumonia yang disebabkan oleh bakteri dapat terjadi peningkatan leukosit
dengan nilai rerata yaitu sebesar 45.293/mm3, pemeriksaan tromobosit didapatkan
nilai rerata yaitu sebesar 364.437/mm3 serta untuk kadar hemoglobin didapatkan
nilai rerata yaitu sebesar 11,3 g/dL.
b. C-Reactive Protein (CRP)
CRP
merupakan suatu protein yang dapat terbentuk akibat adanya proses inflamasi
maupun peradangan yang dibentuk oleh hati pada saat fase akut. Semakin tinggi
kadar CRP maka akan semakin berat pula infeksinya. CRP yang meningkat > 85
mg/dL biasanya dapat membedakan penyebab dari pneumokokus, virus maupun
mikoplasma.
c.
Uji serologis
Uji
serologis dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi Streptokokus grup A dan
dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin
O, streptozim atau antiDnase B. Adanya titer yang meningkat dapat disebabkan
oleh infeksi terdahulu sehingga diperlukan serum fase akut serta serum fase
konvalesen.
d. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk bronkopneumonia
dapat didapatkan spesimen yang berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring,
bilasan bronkus, darah, pungsi pleura maupun aspirasi paru. Diagnosis definitif
apabila ditemukan adanya mikroorganisme yang berasal dari darah, cairan pleura
ataupun aspirasi paru. Spesimen yang memenuhi syarat apabila ditemukan adanya
leukosit lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan dengan
pembesaran kecil pada pemeriksaan mikroskop.
e. Pemeriksaan X-Foto Toraks
Pemeriksaan
x-foto toraks biasanya dibutuhkan untuk menunjang diagnosis di Instalasi Gawat
Darurat dengan posisi anteroposterior (AP). Pemeriksaan x-foto toraks biasanya
dapat menilai lokasi maupun keberadaaan dari infeksi, menilai besarnya derajat
infeksi maupun untuk deteksi adanya kelainan pleura, kavitas paru serta untuk
mengetahui respon pasien terhadap terapi.
Secara umum
gambaran x-foto toraks terdiri dari :
1) Infiltrat
alveolar
Didapatkan adanya konsolidasi homogen yang dominan
dengan air bronchogram dan mengenai daerah pada satu daerah lobus paru
yang disebut dengan pneumonia lobaris atau dapat terlihat lesi tunggal besar,
bentuk sferis, batas tidak terlalu tegas yang dikenal sebagai round
pneumonia.
Gambar . Infiltrat
alveolar
2) Infiltrat
interstisial
Biasanya
didapatkan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing dan hiperaerasi
Gambar
. Infiltrat interstisial
3) Bronkopneumonia
Ditandai dengan adanya gambaran
difus yang merata pada kedua paru, bercak-bercak infiltrat dapat meluas sampai
ke perifer paru dan disertai juga dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambar . Bronkopneumonia
Diagnosis Bronkopneumonia
Diagnosis
bronkopneumonia dapat diklasifikasikan menjadi
a. Bronkopneumonia ringan
Didapatkan
adanya batuk, kesulitan bernapas, dan terdapat nafas yang cepat pada anak umur
2 bulan-11 bulan ≥ 50 kali/menit sedangkan pada anak umur 1 tahun-5 tahun ≥ 40
kali/menit
b. Bronkopneumonia berat
Batuk dan atau
kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Foto dada
menunjukkan gambaran bronkopneumonia
Selain itu bisa
didapatkan adanya tanda berikut ini
- Napas cepat
Anak umur < 2
bulan : ≥ 60 kali/menit
Anak umur 2-11
bulan : ≥ 50 kali/menit
Anak umur 1-5
tahun : ≥ 40 kali/menit
Anak umur ≥ 5
tahun : ≥ 30 kali/menit
- Suara merintih pada bayi muda
- Pada auskultasi
terdengar dapat terdengar Crackles (ronki) atau suara pernapasan menurun
atau suara pernapasan bronkial
Pada
balita yang menderita bronkopneumonia berat juga biasanya terjadi keadaan sulit
bernapas sehingga terjadi pergerakan dada yang naik turun dengan cepat atapun
tertarik ke dalam saat menarik napas (lower chestwall indrawing), dapat
juga ditemukan kejang, penurunan kesadaran, hipotermia, letargi serta minum
terganggu. Diagnosis bronkopneumonia biasanya dapat dipastikan dengan x-foto
toraks dan uji laboratorium. Namun, apabila pada tempat-tempat yang tidak
memadai fasilitasnya, kasus bronkopneumonia dapat ditetapkan secara klinis.
Referensi :
1. Guyton
AC, Hall JE. 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 12. Jakarta : EGC
2. Bennet
NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia [internet]. USA: Medscape LLC.; 2014
[Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-
Medication
3. Hudoyo
A. Bronkopneumoni [internet]. [Disitasi 2014 Sep 17]. Tersedia dari: http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/13/a0c5c46942a77a3619e1c23c169.pdf
4.
Marie,
R; Griffin, MD; Yuwei, Zhu; Matthew,R; Moore, MD; Cynthia, G; Whitney, MD;
Carlos, G. 2013. U.S. Hospitalizations for Pneumonia after a Decade of
Pneumococcal vaccination. Volume I. Massachusetts Medical Society: The New
England Journal of Medicine.p 34-44.