Anamnesis
dan pemeriksaan fisik menjadi acuan untuk mengevaluasi awal efusi pleura. Tanda
dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya seperti dispnea, batuk, dan
nyeri dada pleuritik. Gejala tambahan seperti demam, ortopnea, atau arthralgia
bersamaan dapat memberikan petunjuk etiologi yang mendasarinya dan dapat
membantu mempersempit diferensial diagnosis. Riwayat perjalanan, riwayat
pekerjaan sebelum dan saat ini, penggunaan obat, riwayat operasi sebelumnya
(seperti bedah bypass arteri coroner; CABG), keganasan, tempat tinggal, dan
paparan asbes sebelumnya juga dapat menimbulkan efusi pleura.
Presentasi
klinis khusus yang muncul biasanya meliputi berkurangnya bunyi nafas, redup
pada perkusi thoraks, dan penurunan fremitus taktil pada area efusi pleura;
Temuan ini umumnya hanya terjadi pada efusi yang lebih besar dari 300 mL.
Petunjuk lain pada pemeriksaan fisik meliputi distensi vena leher, edema
perifer, pembesaran ventrikel kanan atau trombosis vena dalam, stigmata
penyakit hati stadium akhir, kelainan bentuk sendi, atau sinovitis. Setiap
temuan ini dapat membantu mempersempit diagnosis banding dan perencanaan
pengujian tambahan.
Radiografi
dada biasanya merupakan studi pencitraan pertama yang dilakukan ketika
mengevaluasi efusi pleura. Foto posteroanterior umumnya akan menunjukkan adanya
efusi pleura ketika ada sekitar 200 ml cairan pleura, dan foto lateral akan
terinterpretasi abnormal ketika terdapat sekitar 50 ml cairan pleura.10,11
Ultrasonografi thoraks juga memiliki peran yang semakin penting dalam evaluasi
efusi pleura karena sensitivitasnya yang lebih tinggi dalam mendeteksi cairan
pleura daripada pemeriksaan klinis atau radiografi toraks. Karakteristik yang
juga dapat dilihat pada USG dapat membantu menentukan apakah terjadi efusi sederhana
atau kompleks. Efusi sederhana dapat diidentifikasi sebagai cairan dalam rongga
pleura dengan echotexture homogen seperti yang terlihat pada sebagian besar
efusi transudatif, sedangkan efusi yang kompleks bersifat echogenic, sering
terlihat septasi di dalam cairan, dan selalu eksudat. Bedside Ultrasound
dianjurkan saat melakukan thoracentesis untuk meningkatkan akurasi dan keamanan
prosedural.
Thorakosintesis
diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak tau penyebabnya. Obeservasi
dan optimal medical therapy (OMT) tanpa dilakukan thorasentesis merupakan hal
yang wajar dalam penanganan efusi pleura karena gagal jantung atau setelah
operasi CABG. Namun manifestasi lain (seperti demam, pleuritis; radang selaput
dada) atau kegagalan untuk menanggapi terapi pada pasien harus segera
dipertimbangkan dilakukan thorasentesis diagnostik.
Pemeriksaan
laboratorium analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura harus
diperhatikan saat dilakukan thoracentesis, karena dapat menegakkan diagnosis. Cairan
bisa sifatnya serosa, serosanguineous (ternoda darah), hemoragik, atau
bernanah. Cairan berdarah (hemoragik) sering terlihat pada keganasan, emboli
paru dengan infark paru, trauma, efusi asbes jinak, atau sindrom cedera
jantung. Cairan purulen dapat dilihat pada empiema dan efusi lipid. Sebagai
tambahan. bau busuk dapat menyebabkan infeksi anaerob dan bau amonia menjadi
urinothorax. Karakterisasi cairan pleura sebagai transudat atau eksudat
membantu menyingkirkan diagnosis banding dan mengarahkan pemeriksaan
selanjutnya. Kriteria yang paling umum digunakan untuk membuat diferensiasi ini
adalah kriteria Light
Pada
pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam cairan pleura berbanding
lurus dengan kelainan patologi pada cairan pleura. Asidosis cairan pleura (pH
rendah berkorelasi dengan prognosis buruk dan memprediksi kegagalan
pleurodesis. Pada dugaan infeksi pleura, pH kurang dari 7,20 harus diobati
dengan drainase pleura. Amilase cairan pleura meningkat jika rasio cairan
amilase terhadap serum pleura lebih besar dari 1,0 dan biasanya menunjukkan
penyakit pankreas, ruptur esofagus, dan efusi yang ganas. Seharusnya tidak
diukur secara rutin tetapi dapat berguna ketika esofagus atau pankreas
menyebabkan efusi. Jika tingkat trigliserida cairan pleura lebih besar dari 110
mg dL (1,2-l mmol / L) merupakan karakteristik dari chylothorax, dan kadar
kurang dari 50 mg/dl (0,56 mmol/L) tidak dapat disimpulkan diagnosisnya.
Tingkat menengah (antara 50110 mg / dL [0,56-1,24 mmol/L]) harus diselidiki
dengan pemeriksaan analisis lipoprotein untuk melihat angka kilomikron. Ini
juga bukan studi cairan pleura rutin tetapi sesuai pada pasien dengan dugaan
chylothorax.
Pleuritis
TB terus menjadi masalah umum di seluruh dunia dan harus dianggap sebagai
bagian dari diagnosis banding pada pasien dengan efusi eksudatif dominan
limfosit yang tidak terdiagnosis. Kultur cairan pleura untuk basil tahan asam
sangat spesifik tetapi memiliki sensitivitas rendah (masing-masing 5% dan 20%).
Adenosine deaminase adalah enzim yang terdapat dalam limfosit yang meningkat
pada sebagian besar efusi pleura akibat tuberkulosis (sensitivitas 95%). Di
negaranegara dengan insiden TB yang rendah, tes untuk adenosine deaminase dapat
bermanfaat sebagai tes untuk menyingkirkan TB. Biopsi pleura adalah tes yang
paling mungkin untuk menghasilkan kultur mikobakteri positif (> 70%).
Pemeriksaan
sitologi harus dilakukan pada efusi apa pun di mana keganasan diduga. Ketika
kecurigaan untuk keganasan tinggi, <7,30) merupakan komplikasi dari efusi
parapneumonik, keganasan, pleuritis tuberkulosis. rheumatoid dan lupus
pleuritis dan pecahnya esofagus. Pada keganasan, pH pantas untuk mengulangi
sitologi jika spesimen pertama negatif. Tingkat diagnostic lebih tinggi untuk
adenokarsinoma daripada mesothelioma dan limfoma. Jika diduga limfoma, flow
cytometry harus dilakukan untuk lebih mengkarakterisasi sel yang ada.
Thoracoscopy
adalah langkah selanjutnya dalam evaluasi efusi pleura eksudatif yang dicurigai
keganasan. Thoracoscopy memungkinkan untuk visualisasi langsung atau permukaan
pleura dan memungkinkan untuk biopsi bagian pleura yang cenderung memiliki
hasil diagnostik yang tinggi. Oleh karena itu memiliki sensitivitas diagnostik
untuk penyakit ganas lebih dari 90%.
Insidensi
infeksi rongga pleura meningkat di seluruh dunia dan dikaitkan dengan angka
mortalitas sebesar 20%. Efusi parapneumonik adalah efusi pleura eksudatif yang
terjadi berdekatan dengan pneumonia akibat bakteri dan hasil dari migrasi
kelebihan cairan paru interstitial yang melintasi pleural viseral: walaupun
terdapat sel inflamasi, infeksi parapneumonik bersifat steril. Jika bakteri
dari pneumonia menginvasi rongga pleura, akan terjadi efusi atau empiema
parapneumonic. Efusi parapneumonik yang rumit dapat melibatkan invasi bakteri
yang persisten dan menghasilkan sel-sel inflamasi serta penurunan kadar glukosa
dan pH. Empyema merupakan infeksi yang jelas berasal dari rongga pleura dengan
adanya atau nanah. Sampel efusi pleura dengan kedalaman lebih dari 10 mm pada
foto thorax dan berhubungan dengan penyakit pneumonia harus diambil sampelnya.
Secara umum, keadaan ini membutuhkan drainase tabung torakostomi ketika pH
kurang dari 7,2 atau kadar glukosa cairan pleura kurang dari 60 mg/dL (3,3
mmol/L)
Berbagai
organisme dapat menyebabkan infeksi pada rongga pleura, yang paling khas adalah
Streptococcus pneumonia, Streptococcus milleri, Staphylococcus aureus, dan
Enterobacteriaceae Anaerob juga telah dikultur pada 36% hingga 70% dari
Empiema.
Radiologis :
·
75 ml sinus kostofrenikus tumpul
·
300 ml gambaran efusi pleura Garis Ellis Domessau (pemeriksaan
lateral dekubitus)
Diagnostik Fisis
·
Fremitus melemah
·
Suara napas melemah / menghilang
·
Redup
1.2
Pemeriksaan
Fisik
– Tanda
Vital
• Tekanan
darah
• Nadi
• Suhu
• Pernapasan
–
Kepala : normocephal, rambut berwarna
hitam, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
–
Mata : Bentuk simetris, pupil ODS bulat,
isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-).
–
Hidung : Bentuk normal, sekret (-/-),
deviasi septum (-).
–
Telinga : Normoti, discharge (-/-).
–
Mulut : Lidah tidak ada kelainan, uvula
di tengah, faring hiperemis (-) , tonsil T1/T1, karies gigi (-)
–
Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak
teraba membesar.
–
Thorax
a. Paru
·
Dada Bagian Depan
Inspeksi : torako-abdominal, asimetris saat statis
dan dinamis, sisi kanan tertinggal dan tidak kuat angkat, retraksi suprasternal.
Tidak ditemukan bekas luka ataupun benjolan.
Palpasi : ekspansi paru berkurang pada sisi
kanan. stem fremitus melemah pada sisi kanan
Perkusi : redup di seluruh lapang paru kanan,
seluruh lapang paru kiri sonor
Auskultasi
: suara napas tidak terdengar pada paru
kanan. Paru kiri vesikuler. Rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
·
Dada Bagian Belakang
Inspeksi : Pergerakan asimetris. Tidak ditemukan bekas
luka
ataupun
benjolan.
Palpasi : ekspansi paru berkurang pada sisi
kanan. stem fremitus melemah pada sisi kanan
Perkusi : redup di seluruh lapang paru kanan,
seluruh lapang paru kiri sonor
Auskultasi : suara napas tidak terdengar pada paru kanan.
Paru
kiri vesikuler. Rhonki
(-/-) Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba pulsasi
parasternal tidak ada,
pulsasi epigastrium
tidak ada, sternal lift tidak ada, thrill sistolik/diastolik tidak ada
Perkusi :
-
Batas atas jantung berada di ICS 3 linea
parasternalis sinistra.
-
Batas kanan jantung tidak dapat dinilai
-
Batas kiri jantung berada di ICS 5 linea
midclavicula sinistra 2 cm ke arah lateral
Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop
(-)
–
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) N
Palpasi : supel, nyeri tekan pada seluruh
kuadran (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : timpani pada seluruh kuadran
abdomen
Tulang
Belakang : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), penonjolan tulang
torako-lumbal (± T10 – L4) sudut tumpul, nyeri ketok (-), tes schober (+)
– Ekstremitas : Akral Dingin (-), CRT < 2 detik, edema
pada tangan kanan (+). Pada pedis sinistra, ROM terbatas, nyeri gerak (+),
nyeri tekan (+), tanda-tanda inflamasi (-), deformitas (-).
– Kulit
: sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik.
– Pemeriksaan
neurologis :
‐
Refleks fisiologis : bicep (+), tricep
(+), patella (+)
‐
Refleks patologis : babinski (-),
chaddock (-), schuffer (-), gordon (-)
‐
Nervus i-xii dbN
‐
Normotoni, normotrofi
Referensi :
·
Almeida,
Antunes N, Leal, Figueiredo L. Imaging of Pleural Effusion: Comparing Ultrasound,
X-Ray and CT findings. Eur Soc Radiol. 2017;1(1):1–18.
·
Beaudoin
S, Gonzalez A V. Evaluation of the patient with pleural effusion. Cmaj. 2018;190(10):
E291-5.
·
Oudart
JB, Pax C, Bennani-Smires B, Ramont L. Milky pleural fluid. Clin Chem.
2016;62(2):315–7. 17.
·
Psallidas
I, Kalomenidis I, Porcel JM, Robinson BW, Stathopoulos GT. Malignant pleural
effusion: From bench to bedside. Eur Respir Rev. 2016;25(140):189–98.
·
Rosenstengel
A. Pleural infectioncurrent diagnosis and management. J Thorac Dis.
2012;4(2):186–93.
No comments:
Post a Comment